10 Fakta Epic Games Store yang Membuatnya Dibenci Gamer Namun Dicintai Publisher (+Bonus)

Memberikan pelayanan lebih bagi konsumen tentunya merupakan sebuah usaha yang wajib dilakukan pemilik toko agar bisa dapatkan banyak pelanggan ke depannya. Dengan harga yang kompetitif, fitur unik, dan pelayanan yang baik, kemungkinan toko tersebut dapatkan langganan akan semakin tinggi. Apapun tokonya termasuk video game, kalo standar itu ngga bisa terpenuhi, maka kemungkinan dibenci dan ditinggalkan banyak orang itu sangat tinggi.

Sayang, hal ini ngga berlaku buat Epic Games Store yang baru saja diumumkan beberapa bulan yang lalu. Ia berusaha menundukkan de facto pemegang utama store PC yakni Steam dengan cara yang menurut saya ngga kompetitif. Mereka bahkan berani “menyuap” developer buat eksklusifin gamenya di tokonya tersebut. Kurangnya fitur dan terkesan masih setengah-setengah membuat toko milik developer Unreal Engine 4 tersebut dibenci para gamer karena dianggap belum matang. Di sisi lain, ia malah disukai sama banyak publisher. Apa rahasianya? Kami telah merangkumnya dalam 10 fakta Epic Games Store yang membuatnya dibenci gamer namun juga disayang oleh publisher.

Daftar isi

10. Keuntungan Bagi Hasil Lebih Tinggi Dibanding Steam dan Store Lain

Seperti yang telah kita ketahui, Epic Games Store miliki bagi hasil yang sangat menggiurkan bagi para publisher. Di mana mereka cuman ngambil 12% dari total penjualan game yang terjual di store mereka, sementara 88% akan masuk ke kantong publisher. Jadi, kalo dihitung misalnya publisher dapet 50 juta dolar Amerika, maka Epic hanya mengambil 6 juta dolar saja, sementara 44 juta akan masuk ke kantong publisher. Big deal untuk para publisher? Yes!

Terus, developer dapat apa? Lah, developer kan udah dibayar buat bikin game. Meski mereka juga mungkin aja kecipratan, tapi pada umumnya mereka udah dibayar lebih buat bikin game. Jadi, apakah developer juga dapet keuntungan? Jawabannya bisa ya bisa engga, tergantung publishernya. Kalo kamu belom tau, industri video game itu ngga semanis di bayang-bayangmu. Para developer bahkan sekelas Rockstar harus bekerja 100 jam seminggu untuk menyelesaikan Red Dead Redemption 2 tepat waktu tanpa bayaran ekstra. Jadi bisa nyimpulin sendiri kan?

9. Tak Miliki Fitur Standar Pelayanan Game Store Pihak Ketiga

Sayangnya dengan bagi hasil sebesar 12% tersebut buat Epic Games Store kekurangan banyak sekali fitur untuk store yang bisa dikatakan menjadi pihak ketiga alias media perantara dari developer dan publisher. Mulai dari cart system, hingga review yang ngga ada sama sekali. Di satu sisi banyak banget toko pihak ketiga yang berusaha upgrade fiturnya dengan berikan review dan seenggaknya ada cart system, di sisi lain Epic ngga bisa ngasih. Yang namanya toko pihak ketiga harusnya kan punya kolom review, atau yah seburuk-buruknya bisa dapetin cart system, cloud, atau wishlist.

Meskipun CEO Epic, Tim Sweeney pernah mengatakan kalo mereka bakal ngasih fitur tersebut, tapi review ngga bakal disajikan secara global dan tergantung developer mau ngga masang fiturnya di sana. Jelas ini jadi fitur yang cukup ngga adil bagi para konsumen yang masih meragukan gamenya. Terlebih bagi developer yang “takut” gamenya dikritik dan ngga laku karena banyaknya kasus review bomb yang “mostly” terjadi di Steam. Ngga logis banget sih emang, tapi yaa kalo game lu jelek ya jelek aja, ngapain takut? Orang kan punya seleranya masing-masing.

8. Berusaha Eksklusifkan Developer Pihak Ketiga

Selain standar yang amburadul, Epic Games Store ini uniknya justru mau eksklusifkan developer pihak ketiga yang bukan siapa-siapa dan tidak bekerja di bawah naungan mereka. Kalo developer atau publisher punya toko sendiri, wajarlah ya misalnya mereka eksklusifkan diri ke tokonya sendiri. Sebut aja Ubisoft maupun EA dengan Origin Storenya. Ya, karena mereka developer / publisher yang bisa jualan di toko sendiri. Wajar dong kalo mereka gamau dicampurin harganya.

Tapi Epic Games justru bawa developer pihak ketiga kayak Ubisoft untuk dieksklusifkan. Akan sangat wajar apabila mereka membeli developer untuk membuat game eksklusif di Epic Games Store dibanding harus mengambil developer pihak ketiganya bukan? Epic itu punya duit banyak, kenapa ngga dipake buat beli developer? Ya kalo publisher sih seneng-seneng aja, kan dapet duit.

7. Bayaran untuk Eksklusivitas Sangat Tinggi

Uang adalah segalanya dalam bisnis, kalo kamu bisa mengaturnya dengan baik, maka kemungkinan untuk sukses juga sangat tinggi. Inilah yang sepertinya dilakukan oleh Epic Games Store kepada para developer maupun publisher. Mereka “menyuap” agar para korbannya ini mau mengeksklusifkan gamenya baik sementara maupun permanen di Epic Games Store.

Hal ini diakui oleh salah satu petinggi Rebellion, Jason Kingsley saat diwawancara gamesindustry. Awalnya ia cukup malu untuk mengungkapnya, namun menurutnya jumlah uang yang mereka terima sangat fantastis untuk eksklusifkan Zombie Army 4 ke Epic Store. Jason juga mengatakan bahwa Epic Games melakukan ini untuk urusan bisnis saja bukan yang lain. Menurutnya Epic hanya akan mengincar game besar atau punya pengaruh tinggi di industri game. Meski menurut Jason game mereka bukan judul yang besar, nampaknya hal tersebut salah besar di mata Epic Games.

Ngga mengherankan lagi kalo banyak banget developer maupun publisher yang pindah haluan dari sebuah keharusan untuk merilis gamenya di Steam untuk PC menjadi ke Epic Games Store karena dibayar tinggi. Tapi, kalo mereka punya duit segitu banyak, kenapa ga beli aja developernya?

6. Regional Price Ada Termasuk Indonesia

Kalo kamu masih keras kepala buat bilang Epic Games Store itu ngga punya regional price, selamat! Kamu termasuk anak milenial yang juga menjadi generasi ibu-ibu yang percaya semua berita yang belom tentu bener yang disebar di WhatsApp dan cuman menyimpulkan semua isi berita yang ditulis di situs dari baca headlinenya doang tanpa pernah mencari tahu kebenarannya. Ngga percaya? Kamu bisa coba pake VPN terus ganti negara lain. Ya, Epic Games Store itu punya regional price, tapi emang mata uangnya distandarin USD untuk negara-negara lain selain negara besar. Masih ngga percaya juga? Nih liat screenshotnya di atas dan di bawah. Liat perbandingan dari VPN off dan VPN on yang mana saya arahin ke Amerika. Beda kan harganya?

5. Pernah Blokir Orang yang Beli Game Kebanyakan di Epic Games Store

Ngga ada fitur cart di sebuah toko pihak ketiga itu jadi masalah banget kalo mau ngeborong banyak game. Dan ini malah jadiin Epic Games menjadi salah satu store yang dibenci oleh pelanggannya. Masih inget event diskon Epic Games buat nyaingin Steam Summer Sale yang dirilis lebih dulu kemarin? Seseorang bernama Stumbo of Darkness berusaha ngeborong gamenya saat Mega Sale, tapi ujung-ujungnya dia malah diblokir dan ngga bisa beli lagi.

Dia mengaku telah membeli 5 game berturut-turut dan kemudian ketika ingin melakukan pembelian selanjutnya mendadak diblokir tak boleh membelinya lagi karena dicurigai penipu oleh sistem. Gila kan? Sebegitu cacatnya lho sistem Epic Games Store. Sebuah toko yang ngaku-ngaku bisa nyaingin Steam tapi ngga mempersiapkannya dengan matang. Pelanggan ngga boleh beli lagi di tokonya karena terlalu kaya. Jadi kalo kamu punya duit buat beli semua game di Epic Games Store sekaligus maka kira-kira pada pembelian keenam kamu udah diblokir. Bukan tempatnya sultan kawan!

4. Pernah Lakukan Diskon Tanpa Sepengetahuan Developer dan Publisher

Ini kesalahan paling parah dan bagaimana tidak profesionalnya tim Epic Games menangani para “pendukung”-nya. Masih inget kan Epic Mega Sale yang dilaksanakan pertengahan bulan Mei kemarin? Ada drama di balik event diskon pertamanya tersebut. Salah satunya adalah melakukan diskon game yang bahkan belum dirilis sama sekali seperti Vampire Masquerade: Bloodlines 2 yang akhirnya dicabut saat event berlangsung. Hal ini karena publishernya, Paradox ngga tau dan tiba-tiba kaget saat gamenya didiskon begitu saja padahal gamenya belum dirilis. Mereka kemudian meminta perusahaan pemilik Unreal Engine 4 tersebut mencabut keberadaan gamenya dari Epic Games Store sampe salenya berakhir.

https://www.youtube.com/watch?v=Q-o3cuQo5as

Ngga cuman game itu aja, Borderlands 3 juga kena getahnya saat event Mega Sale berlangsung. Epic dengan lancangnya mendiskon game yang masih dalam status pre-order tersebut sebesar lebih dari 10%. Sontak hal ini buat 2K marah dan meminta Epic mencabutnya dan menggantinya menjadi “Coming Soon”. Menurunkan harga gamenya bahkan sebelum dirilis itu ngga profesional banget kecuali emang publisher menginginkannya, macem diskon 10% di Steam buat narik pelanggan.

3. Pandangan CEO Epic, Tim Sweeney Berubah Karena Uang

Keajaiban Epic Games Store ini cukup ironis lho, karena CEO-nya sendiri, Tim Sweeney awalnya ngga mau kalo game PC itu punya eksklusivitas dan turut prihatin dengan langkah Microsoft yang berusaha menjadikannya sesuatu yang eksklusif di satu toko saja. Dia ingin semua publisher terbuka tanpa harus maksa konsumen buat beli di salah satu tokonya. Sekarang? Phil Spencer sebagai boss Xbox malah kerja keras banting tulang agar game mereka bisa dijual keluar Microsoft Store. Contohnya Quantum Break yang akhirnya dirilis di Steam. Terus Sweeney yang sekarang gimana? Dia ngejilat ludahnya sendiri, menjadi orang yang ngga dia suka, dan maksa kita buat beli di tokonya. Karena apa? Duit lah!

Kalo kamu liat sepak terjangnya Epic yang kemarin sampe nutup salah satu game MOBA inovatifnya Paragon karena Fortnite Battle Royale lebih laku, tambah jelas kan apa yang mereka kejar? Bahkan versi orisinal dari mode saat Fortnite dibikin belom kelar-kelar sampe sekarang, mana katanya mau bikin save the world gratis? Kok malah fokus battle royale? Tentunya keputusan ini ngga mungkin ga dicampurin sama Sweeney. Sebagai CEO, sudah tugas dia memonitor semua kerjaan anak buahnya dan turun tangan ngasih keputusan.

2. Marketing yang Busuk Bahkan Ada Developer yang Ngga Tau Kalo Pindah Store

Drama Epic Games Store memang ngga ada matinya, di satu sisi Sweeney ini pernah bilang kalo ngga mau ada store yang eksklusif, tapi dia justru melakukannya. Mulai dari drama Shenmue III yang malah ngga jadi rilis di Steam padahal mereka promosinya di Steam dengan berbagai forum khusus bagi fans beratnya yang ingin mengikuti gamenya. Sampe The Outer Worlds yang malahan developernya ngga tau kalo gamenya akan dijadiin eksklusif Epic Games Store saat mereka masih ngerjain Steam Achievements. Gila ngga?

Mereka ini awalnya niat ngerilis di Steam sampe bikin macem-macem, promosi sana-sini, eh ujung-ujungnya cabut ke Epic Games Store. Dan lebih bodohnya lagi menanggapi drama Shenmue III Tim Sweeney ini malah nyalahin Valve karena aturannya, di mana Valve ngga mau kasih key Steam buat game yang ngga akan dirilis di Steam karena udah pindah toko karena tanda tangan eksklusif sama Epic Games Store atau apalah. Ya iyalah bambang! Sekarang anggepannya kalo gamenya niat mau rilis Xbox One terus ternyata developer atau publishernya kerjasama eksklusif sama PlayStation kan jadi eksklusif PlayStation 4 bukan Xbox One lagi. Jadi mau lu udah pesen duluan atau bantuin developer buat bikin gamenya tapi karena developer ada kontrak sama toko lain sebelum kelar gamenya terus mereka distribusiin ke toko lain itu wajar, “Sori bro, pindah toko sebelah barangnya, ngga jadi di sini”. Ngapain Valve harus ngasih kode Steam? Ya gabisa dong, kan udah kontrak sama toko sebelah.

Beda kasus kalo mereka udah buka page pre-order, nah itu Steam masih mau ngasih, nah ini ngawalin proyek dari kickstarter, terus belom buka page pre-order, tau-tau udah pindah, ya wajar dong Valve gamau ngasih kode Steam. Itu aturan yang rasional.

1. CEO Epic Games Pernah Tantang Steam untuk Beri “Servis” yang Sama

Saking bangganya dengan Epic Games Store, Tim Sweeney ini pernah nantangin Steam buat ngasih servis ngambil keuntungan 12% dan mereka ngga bakal nerusin eksklusifitas tokonya lagi. Gini ya, toko Epic ini belom bener, ngga ada fitur yang ndukung konsumennya macem cart dan yang lain. Meski Steam saat ini juga masih belom sempurna, tapi dengan potongan 30% itu mereka bisa ngasih pelayanan maksimal buat para pelanggannya, ibarat toko mereka itu lengkap banget, ada review, shopping cart, steam wallet, trading, achievement, refund, curator, forum, sampe cloud. Buat bayar itu semua 30% itu menurut mereka udah paling rasional karena tentunya mereka punya hitungannya. Potongan segitu itu emang udah standar industri, jadi ngga asal. Google aja ngga mau goyah dan tetap minta potongan 30% setelah tau ada Epic yang “berani beda”, tapi mereka juga ngasih pelayanan lebih buat pelanggannya. Nah Epic? Gersang men!

Ajaibnya lagi, Sweeney ini sadar lho kalo ngelakuin itu ngga bisa dapet banyak profit banyak buat Epic Games. Terus ngapain dong mereka selama ini? Pansos?

BONUS

Banyak Review Jelek akan Pelayanannya, Tarik Kembali Game Gratis, dsb

Menyombongkan diri tanpa berikan kualitas memang hal yang sangat mudah. Inilah yang dilakukan Tim Sweeney untuk Epic Games Store. Namun pada kenyataannya kualitas beberapa customer servicenya sangat buruk. Seperti yang kebanyakan orang alami di Trustedpilot, situs untuk memberikan review terbuka tentang apapun. Banyak orang yang mengeluhkan beberapa game gratis yang mereka terima tiba-tiba menghilang setelah mereka mereset atau menginstall ulang PC-nya. Mereka dipaksa untuk membelinya lagi dengan harga $20.

Ngga cuman itu aja, beberapa orang tua juga mengeluhkan anaknya yang lupa email yang ia gunakan tak bisa dibantu apapun oleh customer servicenya meski telah memberi tahu semua data diri pribadi yang berhubungan dengan akunnya. Sementara kartu kreditnya masih tersimpan di akun tersebut.

Review lain mengatakan bahwa mereka kehilangan akun Fortnite-nya setelah dihack orang lain dan dihapus begitu saja tanpa ada bantuan apapun dari Epic Games. Sebuah bukti kalo mereka itu belom mampu buat nyaingin Steam, tapi berusaha buat jadi “savior of PC gaming” alias juru selamatnya PC gaming. Bullshit!

Itulah fakta Epic Games Store yang mungkin bisa buatmu benci mati-matian sama Tim Sweeney. Saya pribadi ngga dukung maupun menolaknya mentah-mentah, karena ya kalo ngga bisa dapet selain di Epic Games masih ada platform lain, atau mungkin bisa ambil di sana kalo emang kantong lagi kering dan cukup urgent. Sejauh ini saya jarang banget mainin game dari launchernya kecuali Dauntless yang memang pindah dari launcher aslinya ke Epic. Kalo kamu sendiri, apakah kamu membanggakan dan tetap akan mendukung Epic Games atau masih setia dengan Lord Gaben? Buruan cantumin gih di komentar.

Apakah kamu ingin baca artikel kayak gini lagi? Kamu bisa liat G|List atau Opini biar seenggaknya bisa lebih kritis untuk bertukar pikiran mengenai hobi yang kamu gemari selama bertahun-tahun sampai saat ini tersebut.